Desember 2019
rafting hutan pinus rahong
Pagi itu , kurang lebih jam 9, saya lanjutin perjalanan saya dari mengeksplor keindahan Situ Cileunca menuju perkebunan teh malabar pangalengan yang terbukti saya set sebagai destinasi kedua saya hari itu. Dari Situ Cileunca saya wajib balik lagi ke pusat kecamatan Pangalengan, alias terminal Pangalengan. Sebab angkutan menuju Malabar dapat kami dapetin dari sini. Biar lebih cepet, anda dapat nunggu alias nyari angkot yang menuju Malabar dari depan pasar Pangalengan. Pasar Pangalengan sendiri gak jauh kok dari terminal Pangalengan. Ongkos hingga depan gerbang perkebunan teh Malabar adalah Rp 6.000,-. Jangan lupa pegangan ya selagi berada di angkot, sebab jalannya tak sedikit nanjak serta tak sedikit yang rusak di berbagai titik. Jangan takut kebablasan, sebab supir angkotnya udah tau kalo kami bilang mau k kebun teh Malabar. Kurang lebih setengah jam perjalanan, akhirnya saya sampe di depan gerbang area kebun teh milik PTPN VIII Malabar. Gerbang ini ditandai dengan gapura yang bertuliskan Selamat Datang di Perkebunan Teh Malabar IPDP.

Pas dateng, saya langsung nyebrang serta masuk ke kawasan kebun teh yang ijo banget ini. saya langsung antusias sama rumah Bosscha yang ada di kawasan ini juga. Tapi nyatanya tetap jauh serta masuk semakin ke dalam guys! Ada lah, kurang lebih sekilo. Tapi sebab saya udah niat serta semangat, ditambah sambutan perkebunan teh yang hijau terhampar luas, membikin saya semakin melangkahkan kaki menuju rumah Bosscha. Di tengah perjalanan, ada jalan bercabang serta ada petunjuk arah menuju makam Bosscha. Makam? Yap! Tidak hanya rumah, Bosscha juga dimakamkan di kurang lebih perkebunan teh di Malabar ini. Serta itupun sebab permintaannya sendiri sebelum meninggal. Ia dimakamkan di suatu tempat yang teduh, di bawah pepohonan rindang serta agak sedikit terpencil. Katanya sih, tempat ini dulunya tak jarang digunakan Bosscha buat menyendiri alias sekedar meghabiskan waktu sendiri. Yahh, dapat dibilang lokasi PW nya Bosscha lah! Makamnya juga unik guys, sebab atapnya beebentuk setengah lingkaran mirip topi. Konon, bentuk atap terbukti disamakan dengan topi yang biasa digunakan oleh Bosscha semasa nasibnya.



Kita tinggalin dulu makam Bosscha, lanjut hingga ke rumah Bosscha. Seusai tracking kecil di antara hamparan kebun teh, hinggalah saya di depan pintu gerbang Malabar Tea House, alias biasa disebut dengan Rumah Bosscha. Tertulis angka 1896 yang adalah tahun pembangunan rumah ini. Saat masuk, biasanya pengunjung bayar Rp 5000,- terhadap security yang jaga di pos depan rumah ini. Halamannya luas, ada taman-taman dengan aneka bunga, pohon-pohon yang besar serta tinggi, adem deh pokoknya. Tanpa menantikan lama, saya langsung masuk ke mendekati bangunan tua itu.
rafting hutan pinus rahong

Rafting Hutan Pinus Rahong | Rafting Sambil Menikmati Alam